Kematian
Epilog :
Selamat Datang Kematian
Barang siapa yang merindukan perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah senantiasa berbuat kebajikan dan jangan sekali-sekali berbuat syirik, yaitu menyembah selain Allah.
(DQ Al Kahfi [18]:110)
Lima menit lalu ketika Anda mengambil, membuka, dan membaca buku Psikologi Kematian atau Laskar Pelangi, Ayat-ayat Cinta atau mungkin buku yang lain mungkin jauh lebih panjang jaraknya ketimbang kematian yang senantiasa mendekat. Karena, yang lalu telah berlalu dan tidak bias dipanggil kembali, sementara kematian sudah pasti setiap saat kian mendekat dan tidak bisa dihentikan atau disuruh berbalik arah.
Karena sudah pasti datangnya, maka sikap terbaik adalah bersiap menyambutnya, sebagaimana kita punya pengalaman bersiap-siap dan bahkan menunggu datangnya hari wisuda, hari ulang tahun, hari lebaran, hari pernikahan, atau peristiwa lain yang kita yakini pasti, padahal tingkat kapastiannya tidak sebanding dengan kapastian datangnya peristiwa kematian, “Dimana pun kamu berada, niscaya maut akan menemui kamu sekalian kamu berlindung di balik tembok yang tinggi dan kokoh.” (QS An-Nisa [4]:78).
Rasulullah pernah bersabda bahwa hidup di dunia ini bagaikan masa tanam, dan hasil panennya nanti dinikmati setelah meninggal. Oleh karena itu kita bisa berempati dengan logika dan perasaan para petani yang begitu bergairah menanam dan mengurusi tanamannya dengan kasih dan antusiasme, baik karena cinta pekerjaannya maupun karena membayangkan datangnya hari panen. Jika harapan dan ramalan petani tentang hasil panennya adakalanya meleset dan mengecewakan, mungkin akibat hawa wereng atau rusak akibat banjir, maka hokum sebab-akibat dari perilaku manusia bersifat mutlak. Siapa menanam kebajikan di dunia akan panen kebajikan di akhirat, dan siapa menanam keburukan maka akan panen kesengsaraan. Al Qur’an memberikan ilustrasi, orang-orang yang durhaka dan mengingkari nikmat Tuhan, ketia maut telah datang baru muncul penyesalannya dan memohon pada Tuhan agar dikembalikan lagi ke dunia untuk berbuat kebajikan karena selama hidupnya lebih banyak berbuat kejahatan (Al-Mu’minun [23]:99-100).
Sungguh sangat menyejukkan merenungkan sifat Allah yang Mahasakasih. Kalau seorang hamba berbuat kejahatan, maka dosanya hanya sebesar kejahatannya. Tetapi kalau seorang hamba berbuat baik, pahalanya berlipat-lipat. Jadi, karena kasih sayangnya Allah melakukan intervensi terhadap mekanisme hokum sebab-akibat yang telah diciptakan-Nya. Bahkan Rasulullah pernah bersabda, barang siapa memohon pertolongan dan ampunan pada Allah dengan sungguh-sungguh, khususnya di waktu malam di saat yang lain tidur, maka Allah malu untuk tidak mengabulkan permintaan hamba-Nya. Allah tidak tega melihat hamba-Nya pulang dengan tangan kosong, mirip orangtua tidak akan sampai hari menolak permintaan anak-anaknya sekalipun waktu sang anak menyakiti perasaan orang tuannya.
Lebih dari itu, Allah membuka pintu-pintu jalan kebajikan, sebagaimana Allah memiliki 99 pintu asma-Nya, dan pintu yang paling lebar adalah pintu kasih. Oleh karenanya jalan terbaik mendekati Allah adalah dengan cinta, bukan takut. Orang yang terikat oleh tali cinta-kasih akan selalu siap berkorban untuk menggembirakan yang dicintainya, sebagaimana orangtua rela berkorban untuk menggembirakan dan menolong anak-anaknya. Jika hubungan cinta pada Allah dan rasul-Nya telah tertanam dalam hati, maka ketika Malaikat Izrail datang menjemput semoga bisa menyambutnya dengan senyum dan antusiasme.
Ada juga yang memandang hidup bagaikan rekreasi dan shopping untuk bekal dinikmati di kampong akhirat nanti. Ketika rekreasi sambil shopping, janganlah membeli barang-barang yang tidak manfaat. Jangan keberatan barang yang malah mempersulit perjalanan pulang. Nikmati perjalanan hidup dengan memperbanyak teman dan banyak menolong sesame teman seperjalanan ketika mereka mendapat kesusahan. Entah dia itu suami, istri, anak, kerabat atau teman, semuanya adalah teman seperjalanan, ebrasal dari Allah kembali pada Allah. Innaa lillaahi wa innaa ilaihi rooji’un.
Allah mengajarkan agar kita selalu berusaha memperberat timbangan kebaikan dari timbangan keburukan. Agar kita menutup rekanam keburukan dengan amal kebajikan. Setiap saat kita berjalan menuju pintu kematian. Masing-masing kita sudah memiliki nomor urutnya. Namun jalan dan penyebab menuju kematian masih diberi ruang pilihan oleh Allah, apakah jalan yang mulus dengan didampingi teman-teman amal kebajikan ataukah jalan terjal dan menyiksa dengan impitan rekaman kejahatan. Yang lalu telah berlalu. Namun yang di depan masih tersisa pilihan untuk dinegosiasikan dengan diri Tuhan agar perjumpaan dengan Izrail merupakan perjumpaan persahabatan sesame hamba Tuhan untuk meneruskan rekreasi di alam ruhani yang lebih indah. Yang terbebas dari suasana sumpek dan pengap yang merupakan panggung ujian, pergaulan dan metamorfosis untuk memasuki tahap kehidupan lebih tinggi, ibarat perjuangan kepompong untuk menjadi kupu-kupu yang kemudian terbang di antara bunga-bunga, tanpa meninggalkan jejak kerusakan.
Selamat datang kematian! Hidup dan mati adalah kehendak dan milik Tuhan. Manusia terlalu sombong untuk merasa tahu semua rahasia alam dan kebesaran Tuhan. Manusia terlalu angkuh dan picik jika tidak mau dan tidak mampu mensyukuri kasih dan anugerah Allah yang terhampar di setiap sudut planet dan ruang kehidupan. Manusia sungguh tertipu oleh pandangannya yang rabun dan myopic ketika memandang kekayaan, pangkat dan ilmu adalah segala-galanya yang diyakini menjanjikan kebahagiaan dan kemuliaan abadi.
Ya Allah, Engkau pencipta kehidupan dan kematian. Dalam genggaman-Mu nasib diri kami dan semesta ini. Dalam bimbingan dan petunjuk-Mu kami tak akan tahu apa makna dan tujuan hidup ini. Terlalu sedikit yang kami ketahui tentang rahasia lapis-lapis kehidupan yang Engkau ciptakan.
Ya Allah, bukalah hati kami, pikiran kami, telinga kami, mata kami, untuk bisa menatap dan menerima anugerah hidayah dan cahaya kasih-Mu sehingga kami selalu istikamah, optimis, dan produktif dalam menjalani kehidupan ini. Bimbinglah hati dan pikiran kami agar kami bisa menjadikan semua desah nafas dan langkah kaki sebagai zikir dan sujud kepada-Mu. Agar kami selalu merasa khusyuk bersujud di atas sajadah panjang, terbentang sampai ke pintu kematian.
Ya Allah, degnan kasih dan pertolongan-Mu, bombing dan tunjukilah kami untuk mensyukuri nikmat kehidupan dan kemerdekaan yang Engkau anugerahkan dengan iman yang kokoh, pikiran yang cerdas, hati yang suci, dan amal kebajikan yang tak pernah henti.
Ya Allah, ketika suatu saat ajal tiba, jadikanlah hari itu sebagai hari wisuda kami mengakhiri jadwal hidup di dunia tempat bertanam untuk bekal perjalananku lebih lanjut. Tetapkanlah iman dan kecintaanku pada-Mu, anugerahkan kami keturunan dan teman-teman yang saleh dan bijak. Dengan kasih-Mu semoga di kampong akhirta nanti kami Engkau masukkan ke dalam konunitas para anbiya dan syuhada, meski pada barisan yang paling belakang.
Allahumma amiin.
(Dikutip dari buku Psikologi Kematian Karya : Prof. Dr. H. Komaruddin Hidayat, MA)
Selamat Datang Kematian
Barang siapa yang merindukan perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah senantiasa berbuat kebajikan dan jangan sekali-sekali berbuat syirik, yaitu menyembah selain Allah.
(DQ Al Kahfi [18]:110)
Lima menit lalu ketika Anda mengambil, membuka, dan membaca buku Psikologi Kematian atau Laskar Pelangi, Ayat-ayat Cinta atau mungkin buku yang lain mungkin jauh lebih panjang jaraknya ketimbang kematian yang senantiasa mendekat. Karena, yang lalu telah berlalu dan tidak bias dipanggil kembali, sementara kematian sudah pasti setiap saat kian mendekat dan tidak bisa dihentikan atau disuruh berbalik arah.
Karena sudah pasti datangnya, maka sikap terbaik adalah bersiap menyambutnya, sebagaimana kita punya pengalaman bersiap-siap dan bahkan menunggu datangnya hari wisuda, hari ulang tahun, hari lebaran, hari pernikahan, atau peristiwa lain yang kita yakini pasti, padahal tingkat kapastiannya tidak sebanding dengan kapastian datangnya peristiwa kematian, “Dimana pun kamu berada, niscaya maut akan menemui kamu sekalian kamu berlindung di balik tembok yang tinggi dan kokoh.” (QS An-Nisa [4]:78).
Rasulullah pernah bersabda bahwa hidup di dunia ini bagaikan masa tanam, dan hasil panennya nanti dinikmati setelah meninggal. Oleh karena itu kita bisa berempati dengan logika dan perasaan para petani yang begitu bergairah menanam dan mengurusi tanamannya dengan kasih dan antusiasme, baik karena cinta pekerjaannya maupun karena membayangkan datangnya hari panen. Jika harapan dan ramalan petani tentang hasil panennya adakalanya meleset dan mengecewakan, mungkin akibat hawa wereng atau rusak akibat banjir, maka hokum sebab-akibat dari perilaku manusia bersifat mutlak. Siapa menanam kebajikan di dunia akan panen kebajikan di akhirat, dan siapa menanam keburukan maka akan panen kesengsaraan. Al Qur’an memberikan ilustrasi, orang-orang yang durhaka dan mengingkari nikmat Tuhan, ketia maut telah datang baru muncul penyesalannya dan memohon pada Tuhan agar dikembalikan lagi ke dunia untuk berbuat kebajikan karena selama hidupnya lebih banyak berbuat kejahatan (Al-Mu’minun [23]:99-100).
Sungguh sangat menyejukkan merenungkan sifat Allah yang Mahasakasih. Kalau seorang hamba berbuat kejahatan, maka dosanya hanya sebesar kejahatannya. Tetapi kalau seorang hamba berbuat baik, pahalanya berlipat-lipat. Jadi, karena kasih sayangnya Allah melakukan intervensi terhadap mekanisme hokum sebab-akibat yang telah diciptakan-Nya. Bahkan Rasulullah pernah bersabda, barang siapa memohon pertolongan dan ampunan pada Allah dengan sungguh-sungguh, khususnya di waktu malam di saat yang lain tidur, maka Allah malu untuk tidak mengabulkan permintaan hamba-Nya. Allah tidak tega melihat hamba-Nya pulang dengan tangan kosong, mirip orangtua tidak akan sampai hari menolak permintaan anak-anaknya sekalipun waktu sang anak menyakiti perasaan orang tuannya.
Lebih dari itu, Allah membuka pintu-pintu jalan kebajikan, sebagaimana Allah memiliki 99 pintu asma-Nya, dan pintu yang paling lebar adalah pintu kasih. Oleh karenanya jalan terbaik mendekati Allah adalah dengan cinta, bukan takut. Orang yang terikat oleh tali cinta-kasih akan selalu siap berkorban untuk menggembirakan yang dicintainya, sebagaimana orangtua rela berkorban untuk menggembirakan dan menolong anak-anaknya. Jika hubungan cinta pada Allah dan rasul-Nya telah tertanam dalam hati, maka ketika Malaikat Izrail datang menjemput semoga bisa menyambutnya dengan senyum dan antusiasme.
Ada juga yang memandang hidup bagaikan rekreasi dan shopping untuk bekal dinikmati di kampong akhirat nanti. Ketika rekreasi sambil shopping, janganlah membeli barang-barang yang tidak manfaat. Jangan keberatan barang yang malah mempersulit perjalanan pulang. Nikmati perjalanan hidup dengan memperbanyak teman dan banyak menolong sesame teman seperjalanan ketika mereka mendapat kesusahan. Entah dia itu suami, istri, anak, kerabat atau teman, semuanya adalah teman seperjalanan, ebrasal dari Allah kembali pada Allah. Innaa lillaahi wa innaa ilaihi rooji’un.
Allah mengajarkan agar kita selalu berusaha memperberat timbangan kebaikan dari timbangan keburukan. Agar kita menutup rekanam keburukan dengan amal kebajikan. Setiap saat kita berjalan menuju pintu kematian. Masing-masing kita sudah memiliki nomor urutnya. Namun jalan dan penyebab menuju kematian masih diberi ruang pilihan oleh Allah, apakah jalan yang mulus dengan didampingi teman-teman amal kebajikan ataukah jalan terjal dan menyiksa dengan impitan rekaman kejahatan. Yang lalu telah berlalu. Namun yang di depan masih tersisa pilihan untuk dinegosiasikan dengan diri Tuhan agar perjumpaan dengan Izrail merupakan perjumpaan persahabatan sesame hamba Tuhan untuk meneruskan rekreasi di alam ruhani yang lebih indah. Yang terbebas dari suasana sumpek dan pengap yang merupakan panggung ujian, pergaulan dan metamorfosis untuk memasuki tahap kehidupan lebih tinggi, ibarat perjuangan kepompong untuk menjadi kupu-kupu yang kemudian terbang di antara bunga-bunga, tanpa meninggalkan jejak kerusakan.
Selamat datang kematian! Hidup dan mati adalah kehendak dan milik Tuhan. Manusia terlalu sombong untuk merasa tahu semua rahasia alam dan kebesaran Tuhan. Manusia terlalu angkuh dan picik jika tidak mau dan tidak mampu mensyukuri kasih dan anugerah Allah yang terhampar di setiap sudut planet dan ruang kehidupan. Manusia sungguh tertipu oleh pandangannya yang rabun dan myopic ketika memandang kekayaan, pangkat dan ilmu adalah segala-galanya yang diyakini menjanjikan kebahagiaan dan kemuliaan abadi.
Ya Allah, Engkau pencipta kehidupan dan kematian. Dalam genggaman-Mu nasib diri kami dan semesta ini. Dalam bimbingan dan petunjuk-Mu kami tak akan tahu apa makna dan tujuan hidup ini. Terlalu sedikit yang kami ketahui tentang rahasia lapis-lapis kehidupan yang Engkau ciptakan.
Ya Allah, bukalah hati kami, pikiran kami, telinga kami, mata kami, untuk bisa menatap dan menerima anugerah hidayah dan cahaya kasih-Mu sehingga kami selalu istikamah, optimis, dan produktif dalam menjalani kehidupan ini. Bimbinglah hati dan pikiran kami agar kami bisa menjadikan semua desah nafas dan langkah kaki sebagai zikir dan sujud kepada-Mu. Agar kami selalu merasa khusyuk bersujud di atas sajadah panjang, terbentang sampai ke pintu kematian.
Ya Allah, degnan kasih dan pertolongan-Mu, bombing dan tunjukilah kami untuk mensyukuri nikmat kehidupan dan kemerdekaan yang Engkau anugerahkan dengan iman yang kokoh, pikiran yang cerdas, hati yang suci, dan amal kebajikan yang tak pernah henti.
Ya Allah, ketika suatu saat ajal tiba, jadikanlah hari itu sebagai hari wisuda kami mengakhiri jadwal hidup di dunia tempat bertanam untuk bekal perjalananku lebih lanjut. Tetapkanlah iman dan kecintaanku pada-Mu, anugerahkan kami keturunan dan teman-teman yang saleh dan bijak. Dengan kasih-Mu semoga di kampong akhirta nanti kami Engkau masukkan ke dalam konunitas para anbiya dan syuhada, meski pada barisan yang paling belakang.
Allahumma amiin.
(Dikutip dari buku Psikologi Kematian Karya : Prof. Dr. H. Komaruddin Hidayat, MA)
Komentar