Akuntansi Syariah

AKUNTANSI SYARIAH

BIDANG BARU STUDI AKUNTANSI

DALAM KONTEKS EPISTIMOLOGI ISLAM

By Parno



A. PENDAHULUAN

Seiring dengan meningkatnya rasa keberagamaan (religiusitas) masyarakat Muslim menjalankan syariah Islam dalam kehidupan sosial-ekonomi, semakin banyak institusi bisnis Islami yang menjalankan kegiatan operasional dan usahanya berlandaskan prinsip syariah. Untuk mengelola institusi Islami ini diperlukan pencatata transaksi dan pelaporan keuangan. Pencatatan akuntansi dan pelaporan keuangan dengan karakteristik tertentu yang sesuai dengan syariah. Pencatatan transaksi dan pelaporan keuangan yang diterapkan pada institusi bisnis Islami inilah yang kemudian berkembang menjadi akuntansi syariah. Akuntansi syariah (shari’a accounting) menurut Karim (1990) merupakan bidang baru dalam studi akuntansi yang dikembangkan berlandaskan nilai-nilai, etika dan syariah Islam, oleh karenanya dikenal juga sebagai akuntansi Islam (Islamic Accounting).



Perkembangan akuntansi sebagai salah satu cabang ilmu sosial telah mengalami pergeseran nilai yang sangat mendasar dan berarti, terutama mengenai kerangka teori yang mendasari dituntur mengikuti perubahan yang terjadi dalam kehidupan masyarakat. Karim(1990:3) mengemukakan bahwa selama ini yang digunakan sebagai dasar kontruksi teori akuntansi lahir dari konteks budaya dan idiologi.

Demikian halnya dengan kontruksi akuntansi konvensional menjadi akuntansi Islam (syariah) yang lahir dari nilai-nilai budaya masyarakat dan ajaran syariah Islam yang dipraktikan dalam kehidupan sosial-ekonomi (Hammed:1997). Akuntansi syariah dapat dipandang sebagai kontruksi sosial masyarakat Islam guna menerapkan ekonomi Islam dalam kegiatan ekonomi. Akuntansi syariah merupakan sub-sistem dari system ekonomi dan keuangan Islam, digunakan sebagai instrument pendukung penerapan nilai-nilai Islami dalam ranah akuntansi, fungsi utamanya adalah sebagai alat manajemen menyediakan informasi kepada pihak internal dan eksternal organisasi (Hasyshi: 1986; Baydoun dan Willet, 2000 serta Harahap, 2001).

Motivasi para pakar dan akademisi akuntansi terutama dari kalangan orang-orang Muslim guna mengkaji dan mengembangkan akuntansi syariah semakin meningkat. Setelah mengetahui beberapa peneliti (Gray, 1988; Perera, 1989; Hamid et al., 1993; Baydoun dan Willet, 1994) yang menguji hubungan antara budaya, religi dan akuntansi, menyatakan bahwa budaya secara umum dan Islam secara khusus mempengaruhi bentuk-bentuk akuntansinya. Sebagaimana dikemukakan oleh Gaffikin dan Triyuwono (1996) akuntansi adalah refleksi dari sebuah realitas yang idealnya dibangun dan dipraktikan berdasarkan nilai-nilai dan etika. Nilai-nilai dan etika orang Muslim adalah syariah, maka alternatif terbaik pengembangan akuntansi syariah adalah menggunakan pemikiran yang sesuai dengan syariah. Untuk memahami pengertian akuntansi syariah, dapat mengacu pada definisi akuntansi syariah yang dikemukakan oleh Hameed (2003) yaitu:

Berangkat dari definisi-definisi akuntansi tersebut di atas, akuntansi syariah dalam arti sempit dapat didefinisikan sebagai berikut: “Akuntansi syariah adalah suatu proses, metode, dan teknik pencatatan, penggolongan, pengikhtisaran transaksi, dan kejadian-kejadian yang bersifat keuangan dalam bentuk satuan uang, guna mengidentifikasikan, mengukur, dan menyampaikan informasi suatu entitas ekonomi yang pengelolaan usahanya berlandaskan syariah, untuk dapat digunakan sebagai bahan mengambil keputusan-keputusan ekonomi dan memilih alternative-alternatif tindakan bagi para pemakainya”. Perkembangan akuntansi sebagai salah satu cabang ilmu sosial telah mengalami pergeseran nilai yang sangat mendasar dituntut mengikuti perubahan yang terjadi dalam kehidupan masyarakat. Kam (1990:3) mengemukakan bahwa selama ini yang digunakan sebagai dasar kontruksi teori akuntansi lahir dari konteks budaya dan idiologi.

Demikian halnya dengan kontruksi akuntansi konvensional menjadi akuntansi Islam (syariah) yang lahir dari nilai-nilai budaya masyarakat dan ajaran Islam yang dipraktikan dalam kehidupan sosial-ekonomi (Hameed, 1997). Oleh karenanya akuntansi syariah dapat dipandang sebagai kontruksi sosial masyarakat Islam guna menerapkan praktik-praktik ekonomi Islam dalam kehidupan sosial-ekonomi.

Menurut pandangan para akuntan, akuntansi adalah catatan peristiwa masa lalu, realitas ekonomi saat ini, system informasi, bahasa bisnis, pertanggungjawaban, dan idiologi. Didukung dengan kegiatan penelitian bidang akuntansi yang semakin luas dan mendalam, akuntansi telah diakui sebagai ilmu pengetahuan yang berguna bagi manusia yang terlibat dalam suatu entitas ekonomi dan memiliki implikasi sosial, sehingga akuntansi dikategorikan sebagai ilmu sosial (Belkoui, 2001).

B. Akuntansi Syariah dan Epistimologi Islam

Kerangka konseptual akuntansi syariah sebagaimana telah dikemukakan di atas dirumuskan menggunakan pendekatan epistimologi Islam. Epistimologi adalah cabang filsafat yang secara khusus membahas teori ilmu pengetahuan, secara harfiah epistimologi berasal dari bahasa Yunani episteme yang berarti pengetahuan (Suria Sumantri, 1991). Dalam lingkup filsafat ilmu, epistimologi mengandung pengertian sebagai metode memperoleh pengetahuan agar memiliki karakteristik, kebenaran, dan nilai-nilai tertentu sebagai ilmu (Chalmers, 1991).

Dalam konteks epistimologi sebagai metode memperoleh pengetahuan ilmu, epistimologi Islam diperlukan guna memperoleh pengetahuan yang diharapkan memiliki karakteristik, kebenaran dan nilai-nilai Islami. Epistimologi Islam adalah metode memperoleh pengetahuan ilmu yang Islami melalui proses penalaran yang sistematis, logis dan sangat mendalam menggunakan “ijtihad” yang dibangun atas kesadaran sebagai khalifatullah fii-ardl (lihat Syafi’i, 2000 dan Triyuwono, 2000).

Akuntansi syariah dapat dikategorikan sebagai pengetahuan ilmu dalam bidang akuntansi yang memiliki karakteristik, kebenaran dan nilai-nilai Islami, yang digali menggunakan epistimologi Islam. Kerangka konseptual akuntansi syariah dikembangkan menggunakan prinsip dasar paradigma syariah (the fundamental of the syaria’ah paradigm) sebagaimana dikemukakan oleh Haniffa (2001:11) dan disajikan dalam gambar 1 Prinsip Dasar Paradigma Syariah.

Prinsip dasar paradigma syariah merupakan multi paradigma yang holistic, mencakup keseluruhan dimensi wilayah mikro dan makro dalam kehidupan manusia yang saling terkait. Pertama, dimensi mikro prinsip dasar paradigma syariah adalah individu yang beriman kepada Allah SWT (tauhid) serta mentaati segala aturan dan larangan yang tertuang dalam Al-Qur’an,Al Hadits, Fiqh, dan hasil ijtihad. Landasan tauhid diperlukan untuk mencapai tujuan syariah yaitu menciptakan keadilan sosial (al a’dl dan al ihsan) serta kebahagiaan dunia dan akhirat. Pencapaian tujuan syariah tersebut dilakukan menggunakan etika dan motal iman (faith), taqwa (piety), kebaikan (righteoneus/birr), ibadah (worship), tanggungjawab (responsibility/fardh), usaha (free will/ikhtiyar), hubungan dengan Allah dan manusia (Habluminallah dan Habluminannas), serta barokah (blessing).

Kedua, dimensi makro prinsip syariah adalah meliputi wilayah politik,ekonomi dan sosial. Dalam dimensi politik, menjunjung tinggi musyawarah dan kerjasama. Sedangkan dalam dimensi ekonomi, melakukan usaha halal, mematuhi larangan bunga, dan memenuhi kewajiban zakat. Selanjutnya dalam dimensi sosial yaitu mengutamakan kepentingan umum dan amanah.

Tauhid (Keimanan kepada Allah SWT)




Gambar 1. Konsep Tauhid

Lebih lanjut Haniffa (2001:18) mengemukakan bahwa berdasarkan prinsip dasar paradigma syariah (the fundamental of the shari’ah paradigm) tersebut pada gambar 1 di atas kemudian dikembangkan kerangka konseptual akuntansi syariah (a conceptual framework for Islamic accounting) sebagai berikut:

Gambar 2. Kerangka Konseptual Akuntansi Syariah

Dalam kerangka konseptual akuntansi syariah tersebut di atas, dinyatakan bahwa tujuan diselenggarakannya akuntansi syariah adalah mencapai keadilan sosial-ekonomi; dan sebagai sarana ibadah memenuhi kewajiban kepada Allah SWT, lingkungan dan individu melalui keterlibatan institusi dalam kegiatan ekonomi. Produk akhir teknik akuntansi syariah adalah informasi akuntansi yang akurat untuk menghitung zakat dan pertanggungjawaban kepada Allah SWT dengan berlandaskan moral, iman dan taqwa.

Dengan demikian dalam hal akuntansi syariah sebagai alat pertanggungjawaban, diwakili informasi akuntansi syariah dalam bentuk laporan keuangan yang sesuai dengan syariah yaitu mematuhi prinsip full disclousure. Laporan keuangan akuntansi syariah tidak lagi berorientasi pada maksimasi laba, akan tetapi membawa pesan modal dalam menstimuli perilaku etis dan adil terhadap semua pihak. Jenis laporan keuangan akuntansi syariah yang memenuhi criteria ini menurut Harahap (2000) meliputi”

Neraca, yang menyajikan pula Laporan Sumberdaya Manusia. Laporan Nilai Tambah (Value Added Reporting) yang menyajikan semua hasil yang diperoleh perusahaan darikontribusi semua pihak yang terkait dengan entitas, dan kemudian mendistribusikannya secara adil. Laporan Arus Kas (Cash Flow). Laporan Pertanggungjawaban Sosial Perusahaan (Socio Economy Accounting Reporting). Catatan atas Laporan Keuangan, mengenai implementasi syariah misalnya zakat, infaq, shodaqoh, transaksi haram, dan laporan dewan syariah. Melaporkan good governance, mengenai produksi, efisiensi, produktivitas, dan laporan lainnya yang relevan.

C. Akuntansi Syariah Sebagai Kontruksi Sosial

Lebih dari satu decade yang lalu Francis (1990) telah mencoba menarik perhatian para akuntan agar melihat akuntansi tidak hanya sekedar sebagai angka-angka yang mencerminkan realitas ekonomi semata, akan tetapi melihat juga akuntansi sebagai praktik moral dan diskursif, seperti dikemukakan dalam pernyataan berikut:

Akuntansi hendaknya dilihat sebagai praktik moral dan diskursif. Sebagai praktik moral, akuntansi secara idial dibangun dan dipraktikan berdasarkan nilai-nilai etika, sehingga informasi yang dipancarkan juga bernuansa etika, dan akhirnya keputusan-keputusan ekonomi yang diambil berdasarkan etika tadi mendorong diciptakannya realitas ekonomi dan bisnis yang beretika. Sebagai praktik diskursif, akuntansi dipandang sebagai alat menyampaikan informasi kepada orang lain yang berpengaruh pada perilaku penggunanya (users), dan sebaliknya pengguna informasi akuntansi mempunyai kemampuan mempengaruhi akuntansi sebagai instrument bisnis (dalam Triyuwono 2000 dan 2001).

Akuntansi menurut Tricker (Belkoui, 2001) adalah anak dari budaya masyarakat dimana akuntansi itu dipraktikan, lebih jauh dikemukakan bahwa nilai-nilai masyarakat mempunyai peran besar dalam mempengaruhi bentuk akuntansinya. Berdasarkan hasil-hasil penelitian yang ada, Belkoui (2001) menyatakan bahwa akuntansi dapat dipandang sebagai idiologi yang menjadi instrument pendukung tatanan sosial-ekonomi suatu masyarakat.

Lahirnya akuntansi syariah sebagai idiologi masyarakat Islam menerapkan praktik-praktik ekonomi Islami dalam tata kehidupan sosial-ekonominya, sejalan dengan teori colonial model yang dikemukakan oleh Gambling dan Karim (dalam Harahap, 2001:198, 208) sebagai berikut:

“Seyogyanya suatu masyarakat melahirkan teori dan praktik ekonomi yang sesuai dengan idiologinya. Apabila idiologi yang dianut sebagian besar masyarakatnya adalah Islam, maka aturan yang dipakai seharusnya berakar pada syariat Islam. Dengan demikian system sosial, ekonomi, dan akuntansi yang diterapkan harus sesuai dengan syariat Islam (syariah). Islam memiliki syariah yang dipatuhi semua umatnya, maka wajarlah jika masyarakat Islam memiliki sistem ekonomi dan sistem akuntansi yang sesuai syariah”.

Harahap (2001:23) mengemukakan bahwa akuntansi syariah adalah suatu bentuk akuntansi yang disusun berdasarkan pada pencapaian tujuan syariah, tujuan ekonomi Islam. Serta tujuan masyarakat Islam. Hal ini digambarkan dalam suatu hubungan antara akuntansi syariah dengan masyarakat Islam sebagai berikut:

Gambar 3. Akuntansi Syariah dan Masyarakat Islam.

Keberadaan akauntansi syariah sebagai idiologi masyarakat Islam menerapkan ekonomi Islam dalam kehidupan sosial ekonomi, dikenali dari persyaratan mendasar yang harus dipenuhi dan tujuan diselenggarakan akuntansi syariah (Hameed, 2001). Persyaratan mendasar yang harus dipenuhi oleh akuntansi syariah yaitu benar (truth), sah (valid), adil (justice), dan mengandung nilai-nilai kebaikan atau ihsan (benevolenc). Sedangkan tujuan diselenggarakan akuntansi syariah adalah memberikan informasi secara lengkap untuk mengetahui nilai dan kegiatan ekonomi yang bertentangan dan yang diperbolehkan oleh syariah; meningkatkan kepatuhan terhadap prinsip syariah dalam semua transaksi dan kegiatan usaha; serta menentukan hak dan kewajiban pihak-pihak yang berkepentingan (terkait) dalam suatu entitas ekonomi syariah berlandaskan pada konsep kejujuran, keadilan, kebajikan, dan kepatuhan terhadap nilai-nilai dan etika bisnis Islami.

Akuntansi syariah diperlukan oleh masyarakat Islam sebagai instrument pendukung menerapkan praktik ekonomi Islam dalam tata kehidupan sosial-ekonominya dengan dasar pertimbangan berikut (Yusoh dan Ismail, 2001 dalam Harahap, 2001);

Adanya konsep kepemilikan yang diyakini oleh orang Islam bahwa harta dan kekayaan adalah milik Allah SWT, manusia hanyalah penerima amanah yang harus mempertanggungjawabkan pemanfaatannya sesuai dengan syariah.

Adanya konsep personal accountability yang harus dipatuhi oleh Islam dalam menjalin hubungan dengan Allah SWT (hablum minallah) dan menjalin hubungan dengan sesame manusia (hablum minannas).

Adanya konsep distribusi kekayaan secara adil yang harus dilaksanakan oleh orang Islam yaitu melalui mekanisme kewajiban membayar zakat.

Berangkat dari pengertian akuntansi sebagai idiologi, Baydoun dan Willet (2000:82) mengungkapkan adanya perbedaan yang sangat mendasar mengenai system, prinsip dan criteria akuntansi konvensional dengan akuntansi syariah seperti disajikan dalam tabel Perbedaan Akuntansi Konvensional. Selain perbedaan system, prinsip dan criteria akuntansi syariah dibandingkan dengan akuntansi konvensional yang melahirkan suatu bentuk akuntansi syariah yang memiliki karakteristik unik, perbedaan yang lebih mendasar sebenarnya terletak pada kerangka konseptual yang mendasari kedua bentuk akuntansi tersebut.

Kerangka konseptual akuntansi syariah, dirumuskan menggunakan pendekatan epistimologi Islam, sedangkan kerangka konseptual akuntansi konvensional dirumuskan menggunakan pendekatan epistimologi kapitalis. Penjelasannya secara mendalam mengenai kerangka konseptual syariah yang dirumuskan menggunakan pendekatan epistimologi Islam disajikan dalam uraian mengenai akuntansi syariah dalam konteks epistimologi Islam.

D. Praktik Akuntansi Syariah

Praktik akuntansi syariah yang pertama kali diterapkan di Indonesia adalah akuntansi perbankan syariah. Munculnya akuntansi perbankan syariah seiring dengan diterapkannya Islamic Banking System yang diakui legalitasnya dalam Undang-Undang Perbankan Nomor 7 Tahun 1992 yang menganur dual banking system, dimana Islamic banking system diterapkan berdampingan dengan c0nvensional banking system. Dalam undang-undang perbankan ini ditegaskan bahwa lembaga perbankan yang dalam kegiatan oeprasionalnya menerapkan prinsip syariah dinyatakan sebagai “bank berdasarkan prinsip syariah” atau “bank syariah” (Setiadi, 2000 dan Usman, 2002).

Sebagai konsekuensi diterapkannya prinsip syariah dalam kegiatan oeprasional perbankan di Indonesia, maka pada tanggal 1 Mei 2002 Dewan Standar Akuntansi Keuangan Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) telah mengeluarkan regulasi akuntansi perbankan syariah. Regulasi akuntansi perbankan syariah di Indonesia banyak mengadopsi dari Accounting and Auditing Standards for Islamic Financial Institution (AAS-IFI) yang dihasilkan oleh Accounting and Auditing Organization for Islamic Financial Institution (AAO-IFI) pada tahun 1998. Standar akuntansi ini telah diterapkan oleh institusi keuangan Islam diberbagai negara seperti Araban, Iran, Sudan dan Malasyia.

Regulasi akuntansi perbankan syariah dituangkan dalam buku, yaitu: Buku Pertama, Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan Bank Syariah (IAI, 2001). Buku Kedua, Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan Akuntansi Perbankan Syariah atau PSAK No. 59 tentang Akuntansi Perbankan Syariah (IAI, 2001a) memuat standar teknis mengenai pengakuan, pengukuran, penyajian, dan pengungkapannya dalam bentuk laporan keuangan dari setiap transaksi keuangan bank syariah yang meliputi mudharabah, musyarakah, murabahah, salam, istishna, ijarah, wadhiah, qardh, transaksi berbasis imbalan zakat, infaq dan shadaqah.

Standar akuntansi perbankan syariah diberlakukan secara efektif untuk penyusunan dan penyajian laporan keuangan lembaga keuangan bank syariah periode yang dimulai atau setelah tanggal 1 Januari 2003. Sebelum dikeluarkan regulasi standar akuntansi perbankan syariah ini, pencatatan transaksi dan penyusunan laporan keuangan bank syariah menggunakan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan Perbankan (PSAK No. 38) dengan berbagai penyesuaian yang menurut Harahap (2002) dan Triyuwono (2002) sering kali tidak sejalan dengan tujuan akuntansi keuangan bank syariah.

Regulasi akuntansi perbankan syariah sesungguhnya merupakan fenomena praktik akuntansi yang berkembang dalam kehidupan sosial-ekonomi masyarakat Islam sebagai instrument menerapkan prinsip syariah dalam dunia perbankan. Seiring dengan semakin banyaknya lembaga perbankan yang menjalankan usahanya berdasarkan prinsip syariah, praktik akuntansi perbankan syariah semakin luas dan berkembang.

E. Penutup

Akuntansi syariah yang lahir dari nilai-nilai dan ajaran syariah Islam seiring dengan meningkatnya religiusitas masyarakat Islam dan semakin banyaknya entitas ekonomi yang menjalankan usahanya berlandaskan prinsip syariah. Merupakan sebuah fenomena perkembangan akuntansi sebagai idiologi masyarakat Islam dalam menerapkan ekonomi Islami dalam kehidupan sosial-ekonominya. Akuntansi syariah merupakan bidang baru dalam kajian akuntansi yang memiliki karakteristik unik berbeda dengan akuntansi konvensional, karena mengandung nilai-nilai kebenaran berlandaskan syariat Islam. Perolehan pengetahuan akuntansi syariah sebagai bagian dari ilmu akuntansi digali menggunakan pendekatan epistimologi Islam.

Akuntansi syariah yang pertama kali diterapkan di Indonesia adalah akuntansi perbankan syariah. Standar akuntansi perbankan syariah dikeluarkan pada tanggal 1 Mei 2002 oleh Dewan Standar Akuntansi Keuangan Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) dalam dua buku, yaitu Buku Pertama, Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan Bank Syariah (IAI, 2001). Buku Kedua, Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan Akuntansi Perbankan Syariah atau PSAK No. 59 tentang Akuntansi Perbankan Syariah (IAI, 2001a). Standar ini diharapkan menjadi acuan dan ditaati oleh bank syariah dalam menyelenggarakan praktik akuntansi.

Seiring dengan semakin banyaknya entitas ekonomi yang menerapkan praktik akuntansi syariah, akuntansi syariah perlu dikaji secara mendalam untuk diajarkan di perguruan tinggi. Pengajaran akuntansi syariah akan mengingkatkan akuntabilitas perguruan tinggi dalam memenuhi kebutuhan masyarakat.

F. Daftar Pustaka

Baydoun and Willet, 2000. Islamic Corporate Report”. Abacus, Volume 36. No. 1.

Belkoui, Ahmed Riahi, 2001. Teori Akuntansi, Jakarta: Salemba Empat.

Chalmers, A.F.1991. What is ting called Science? Queensland-Australia: University of Queensland Press.

Francis, Jere R. 1990. After Virtue? Accounting as Moral and Discursive Practice. Accounting, Auditing, and Accountability Journal 3 (3): 5-17.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Semenit Saja

BEREBUT LAYANG-LAYANG PUTUS